Reward buat kawanku - Syaikur Rahman

on Sabtu, 27 Juni 2009


"Jangan Bilang Keluarga kalau Saya Sakit"

Sabtu, 05 Maret 2005

SEBUAH doom (tenda gunung) yang warnanya mulai memudar dan koyak di sana-sini, berdiri di pinggir Alun-alun Simpangtujuh, siang itu. Beberapa sendal jepit, selembar tikar plastik yang masih basah karena terkena air hujan malam harinya, dan surat kabar bekas tergeletak di sekitarnya. Sementara, beberapa roman lusuh dan beraut kusut duduk terpaku mengelilingi tempat itu, sambil melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di depannya.

Selasa (1/2) lalu, ketika ratusan orang enggan membeli bensin - karena harganya yang sudah melangit, dua orang aktivis HMI Kudus, MA Khomsin dan M Noor Khafid, melancarkan protes karena kondisi tersebut, dengan mogok makan seharian.

Esoknya, tiga rekannya, yang juga sesama anggota HMI, Syaikur Rahman, Martoyo, dan Adhar Yukafi turut serta. Terakhir, pada Kamis (3/3), Ahmad Hamid Abadi, menjadi orang terakhir yang "mutung" untuk makan, sebagai bentuk perlawanan akan kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang dianggapnya sangat merugikan kaum pinggiran tersebut.

"Kami ingin Presiden SBY mendengar aspirasi kami. Kami ingin pemerintah meninjau ulang kebijakan untuk menaikkan harga BBM tersebut," kata Khomsin mewakili rekan-rekannya.

Maka dimulailah drama satu babak tentang sebentuk perlawanan pada SBY yang mereka sebut sebagai ketidakberpihakan pemerintah akan kondisi rakyat kecil, yang mungkin akan dicibir banyak orang karena dianggap sebagai hal yang sia-sia. Setelah itu, rasa haus, dingin, panas dan sedikit cemoohan juga pujian harus mereka terima selama dua - tiga hari, selama aksi tersebut berlangsung.

"Saya kemarin harus berteduh di sekitar Masjid Agung, karena kalau memaksakan untuk tidur di tenda, tubuh akan basah kuyup," jelas Noor Khafid, mahasiswa jurusan Syariah STAIN Kudus itu.

Tak Menyerah

Meski tercatat hanya seorang yang berpuasa total, tidak makan dan tidak minum - yakni MA Khomzin, dan sisanya hanya meneguk beberapa gelas air, tidak lantas membuat mereka menyerah. Hanya saja, daur metabolisme tubuh menjadi suatu hal yang tidak bisa dikalahkan, meski dengan semangat sekeras apapun. Pertama, serangan gatal-gatal akibat ulat yang jatuh dari atas pohon, tempat mereka berteduh, harus mereka terima. Belum lagi, Ahmad Hamid, pelaku mogok terakhir, yang mulai ada yang "aneh" di tenggorokannya.

"Hujan dan panas yang datang silih berganti jelas menurunkan stamina kami," kata Syaikur Rahman.

Dan, terjadilah hal yang sudah diprediksi sejumlah tenaga kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota (DKK) Kudus, yang pada hari kedua sampai Jumat (4/3) mengecek kondisi keenam mahasiswa tersebut. Syaikur Rahman, mahasiswa semester 10 Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus, yang pagi harinya sudah terlihat pucat, siang harinya limbung, dan harus dibawa ke RSU Swadana karena kondisinya yang makin melemah.

Kepada Suara Merdeka, pada pagi hari sebelum ia diangkut ke Rumah Sakit, ia masih bersikukuh untuk melanjutkan aksi mogoknya. Pemuda asal Batealit - Jepara, yang ternyata mengidap hepatitis, menurut pengakuannya kepada Tim Medis DKK, kembali meyakinkan akan terus bergabung dengan rekan-rekannya. Namun hal itu, kata dia, tergantung kondisinya nanti. Ketika kembali diingatkan akan kondisinya yang mulai melemah dan sebaiknya dibawa ke rumah sakit, ia justru menggeleng pelan.

"Jangan bilang keluarga saya, kalau saya sakit. Saya tak ingin merepotkan mereka..." ujarnya lemah, sambil menyandarkan tubuhnya ke punggung seorang rekannya. (Anton Wahyu Hartono-15)

http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/05/mur14.htm

0 komentar:

Posting Komentar

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net
Website counter